Aku
Rizky TR disini menuliskan tentang wanita diciptakan oleh Allah SWT dari tulang
rusuk pria. Apakah itu benar? Sejalan dengan beberapa fiqih berikut ini:
“Sesungguhnya
wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Dan tulang rusuk yang paling bengkok
adalah bagian atas. Jika Anda meluruskannya, sama artinya Anda memecahkannya.
Jika Anda biarkan, dia akan tetap bengkok. Karena itulah, Anda harus selalu
memberi nasihat-nasihat kebaikan. (HR. Muslim)
Mengapa Wanita tidak
dicipta dari kepala laki-laki (Adam)? supaya ia tidak melebihi atau mengungguli
kodrat laki-laki.
Mengapa Wanita tidak
dicipta dari kaki? supaya wanita tidak dihinakan oleh laki-laki atau diinjak
laki-laki, karena dia adalah bagian dari tubuhnya.
Jadi menurutku wanita itu harus kita hormati, apalagi
kita mengetahui bahwa ibu kita sendiri merupakan wanita. Ibu yang melahirkan
kita, merawat kita dengan kasih sayangnya hingga kita tumbuh menjadi besar
serta menjadi orang yang berguna bagi agama, Negara, dan keluarga.
Selanjutnya aku menuliskan cara menghormati
seorang wanita sebagai seorang istri. Hubungan dalam berumah tangga tujuan
utamanya adalah kebahagiaan dengan cara berketurunan dan menjalin kasih sayang
diantara kedua belah keluarga, sesuai peraturan keagamaan dan
perundang-undangan yang syah. Jadi jangan ada terjadi kekerasan atau hal yang
menyakiti wanita. Sejalan dengan fiqih :
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Allah menjadikannya diantara kamu rasa kasih dan
sayang..” (Ar-Rum 21)
Selanjutnya aku menuliskan sebagian contoh menghormati
wanita:
1. Hak memperoleh mahar dalam pernikahan. Sejalan
dengan fiqih:
وَءَاتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah
mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar
tersebut dengan senang hati maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai
makanan yang sedap lagi baik akibatnya.” (An-Nisa`: 4)
2.
Wanita diberi bagian dari harta
warisan. Sejalan dengan fiqih:
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَاْلأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَاْلأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ
أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
“Bagi
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, dan
bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”
(An-Nisa`: 7)
jadi
kusimpulkan bahwa wanita juga harus mendapatkan bagian dari harta waris,
meskipun seringkali banyak orang mengangap kalau wanita sudah dinafkahi oleh
suami-suami mereka, namu itu salah namun wanita mempunyai hak untuk memperoleh
harta warisan menurut bagian yang telah ditentukan oleh keagamaan maupun
perundang-undangan yang berlaku.
3.
Wanita berhak mendapat perlakuan baik
dari suami. Sejalan dengan fiqih:
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
“Dan
bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.”
(An-Nisa`: 19)
Seorang suami seharusnya menghormati dan
mengerti keadaan istrinya melalui komunikasi yang baik. Contohnya saat suami
meminta berhubungan intim kepada istrinya, namun sang istri sangat capek dan
belum siap melakukannya, sang suami mengerti dan tidak marah.
Suami tidak boleh membenci istrinya dan tetap
harus berlaku baik terhadap istrinya walaupun dalam keadaan tidak menyukainya. Sejalan
dengan fiqih:
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى
أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا
كَثِيرًا
“Kemudian
bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak
menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
(An-Nisa`: 19)
4.
Bila seorang suami bercerai dengan istrinya, ia tidak boleh meminta
kembali mahar yang pernah diberikannya. Sejalan dengan fiqih:
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ
زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ
قِنْطَارًا فَلاَ تَأْخُذُوا مِنْهُ
شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا. وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ
إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ
مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan jika kalian ingin
mengganti istri kalian dengan istri yang lain sedang kalian telah memberikan
kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kalian
mengambil kembali sedikitpun dari harta tersebut. Apakah kalian akan
mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa
yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu
telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka
(isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa`:
20-21)
5. Termasuk pemuliaan terhadap wanita adalah
diharamkan bagi mahram si wanita karena nasab ataupun karena penyusuan untuk
menikahinya. Sejalan dengan fiqih:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ
نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ
نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا
دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
“Diharamkan atas kalian
menikahi ibu-ibu kalian, putri-putri kalian, saudara-saudara perempuan kalian,
‘ammah kalian (bibi/ saudara perempuan ayah), khalah kalian (bibi/ saudara
perempuan ibu), putri-putri dari saudara laki-laki kalian (keponakan
perempuan), putri-putri dari saudara perempuan kalian, ibu-ibu susu kalian,
saudara-saudara perempuan kalian sepersusuan, ibu mertua kalian, putri-putri
dari istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah
kalian campuri. Tetapi jika kalian belum mencampuri istri tersebut (dan sudah
berpisah dengan kalian) maka tidak berdosa kalian menikahi putrinya. Diharamkan
pula bagi kalian menikahi istri-istri anak kandung kalian (menantu)…” (An-Nisa`:
23)
Diharamkannya wanita-wanita yang
disebutkan dalam ayat di atas untuk dinikahi oleh lelaki yang merupakan
mahramnya, tentu memiliki hikmah yang agung, tujuan yang tinggi yang sesuai
dengan fithrah insaniah. (Takrimul Mar`ah fil Islam,
Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)